Selalu Hadir di Pernikahan Betawi, Apa Makna di Balik Roti Buaya?

pexels.com

Masyarakat asli Jakarta yaitu Betawi memiliki kebudayaan yang kental dan masih terjaga hingga saat ini. Banyak tradisi unik yang syarat akan makna, seperti roti buaya di acara pernikahan. Sebagian besar orang menganggap nama buaya memiliki konotasi negatif. Seperti buaya darat yaitu simbol ketidaksetiaan. Lalu bagaimana bisa roti dengan nama buaya hadir di sebuah acara pernikahan? yuk kenali makna filosofis dari roti ini.

Makna Dibalik Roti Berbentuk Buaya ini

Dipilihnya bentuk buaya disebabkan karena perilaku reptil yang satu ini. Buaya diketahui hanya hanya kawin satu kali sepanjang hidupnya, dan sikap positif itulah yang telah menjadi keyakinan masyarakat Betawi secara turun temurun. Buaya juga dilambangkan sebagai hewan suci dan merupakan lambang dari kesabara. Nilai kesabaran diambil berdasarkan perilaku buaya yang selalu sabar dalam mengintai, memburu saat mangsanya mulai lengah.

Disisi lain ada pula yang menilai roti dengan bentuk buaya ini sebagai lambang kejantanan seseorang. Selama penerapannya dalam tradisi pernikahan betawi, roti berbentuk buaya ini harus selalu dalam kondisi mulus dan tidak boleh rusak sama sekali hingga sampai ke tangan mempelai wanita. Ukuran roti ini juga dipercaya berkaitan dengan nasib rumah tangga pengantin tersebut. Makin besar dan makin keras roti buaya, maka akan semakin baik.

Sejarah Dari Roti Yang Diberi Nama Buaya

Kehadiran roti berbentuk buaya dalam pernikahan adat betawi dipengaruhi oleh datangnya bangsa eropa ke Indonesia. Jika bangsa eropa menunjukkan cinta dengan memberi bunga, maka orang betawi menganggap perlu ada simbol lain untuk menyatakan cinta. Dipilihlah roti dengan bentuk buaya ini sebagai simbol dari cinta. Seperti yang telah dijelaskan  sebelumnya, bentuk buaya dipilih karena buaya yang hanya kawin satu kali sepanjang hidupnya.

Roti ini dibuat sepasang, yang betina ditandai dengan ukurannya yang lebih kecil. Biasanya diletakkan diatas punggung atau disamping. Maknanya adalah kesetiaan berumah tangga sampai beranak cucu. Awalnya roti ini dibuat dengan tekstur yang keras dan tidak ada rasanya. Setelah acara pernikahan selesai, roti buaya akan diletakkan diatas lemari dan dibiarkan sampai membusuk. Hal ini menyimbolkan bahwa pasangan yang menikah akan langgeng higga akhir hayat.

Namun seiring dengan perubahan zaman, filosofi seperti ini sudah mulai ditinggalkan. Setelah selesai upacara pernikahan, maka roti bentuk buaya ini akan dibagi-bagi dan dimakan oleh para tamu undangan. Mereka percaya siapapun yang memakan roti berbentuk buaya tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan jodoh di kemudian hari

Hingga saat ini tradisi pernikahan menggunakan roti yang berbentuk buaya masih terus berlanjut. Tak hanya roti dengan bentuk buaya yang menjadi syarat masyarakat betawi untuk menikah, melainkan tradisi palang pintu juga masih menjadi sebuah simbol sakral pernikahan adat betawi. Nah, sekarang sudah tahu kan filosofi roti ini dalam pernikahan adat betawi?